Sabtu, 01 Juli 2017

Belajar Berpendapat

       Akhir-akhir ini aku jadi suka berpendapat, padahal biasanya cuma “bodo amat”. Berpendapat tentang apa saja, kadang  juga baca pendapat-pendapat orang yang lagi viral di internet. Karena manusia diberi kelebihan berupa akal pikiran, sayang kalo cuma jadi pribadi penurut apa kata orang, iya ngga?

     Nah pas banget, kemarin pas syawalan keluarga (Bani Humam) pakdhe nya bapak memberikan sebuah tausyiah yang ngena banget tentang bagaimana berpendapat yang baik, kira-kira begini isi tausyiahnya : “Jaman sekarang manusia lebih mengedepankan akal dalam berpendapat, padahal yang benar harusnya mengedepankan agama yang dapat diserap akal”

Udah gini aja, hehe


Semoga bermanfaat

Kamis, 11 Mei 2017

Makhluk Paling Istimewa di Muka Bumi



Allah swt menciptakan alam ini dalam 6 masa. Dimulai dari masa pertama dengan adanya ledakan bigbang hingga masa ke enam yang ditandai dengan munculnya gunung-gunung. Setelah itu diciptakan pula sesosok makhluk paling istimewa di muka bumi.

Siapakah dia?
Manusia. Makhluk yang satu ini diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Betul bukan?  Allah menganugerahi  manusia banyak kelebihan dibanding makhluk lain. Mulai dari akal pikiran, kondisi fisik, hingga parasnya. Coba kalau hewan, bukankah hewan dalam satu spesies terlihat sama? Kita ngga bisa bedain mana hewan ganteng mana hewan yang cantik #abaikan.

Selain itu apalagi yang membuatnya istimewa?
“dan (ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat. “sujudlah kamu kepada Adam.” Maka sujudlah mereka kecuali iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang yang kafir.” (Q.s Al-baqarah : 34)
Bikin speechless ya, padahal malaikat senantiasa taat pada Allah sedangkan tau sendiri kan manusia kaya apa, kadang naik-kadang turun kadar imannya. Tapi, Allah memerintahkan malaikat untuk sujud kepada manusia.

Selanjutnya, manusia sebagai Khalifatullah fil ardl. Sebagai makhluk yang berakal, manusia memiliki kewajiban untuk dapat mengelola dan memakmurkan alam dengan baik. Manusia dan alam adalah makhluk yang saling bergantung untuk sama-sama sujud kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Manusia sebagai “pemimpin” di dunia, mengatur sedemikian rupa agar sesuai dengan fitrahnya.
Namun, pada masa sekarang banyak manusia yang malah menjadi “budak” dunia. Bukan menjadi pemimpin malah dipimpin oleh dunia. Mereka yang menjadi budak dunia senantiasa menuruti hawa nafsu demi kesenangan di dunia tanpa memperhatikan sekitar. Alhasil, jadi lupa akan kewajibannya. Semoga kita bukan golongan orang-orang yang demikian ya, kawan!
Semoga dengan keistimewaan-keistimewaan yang telah diberikan oleh Allah, dapat menjadikan kita sebagai rahmat bagi sekitar. Aamiin

Rabu, 08 Maret 2017

Belajar dengan Tulus



Pernah suatu kali aku merenungi nilai-nilai Try Out. Mengapa setelah Try Out kesekian hasilnya masih sama alias tidak menunjukkan suatu progress yang cukup berarti. Mengapa setiap materi yang telah kupelajari, dengan mudahnya aku lupakan kembali. Apa cara belajar ku salah? Dan aku mendapati suatu hipotesis tentang kasus ini....

Jadi, masalah ini bukan tentang masalah cara belajar maupun kemampuan berfikir. Namun, lebih merujuk pada hati dan nurani. Sepertinya aku kurang memahami hakikat dari belajar. Selama ini aku hanya terpaku pada buku cetak dan penjelasan dari guru. Setiap ilmu yang diberikan, langsung saja diterima tanpa diresapi. Alhasil ia pun pergi mengalir lagi. Kemudian aku harus mengulang untuk belajar lagi, kejadian akan terus berulang apabila tidak ada perubahan yang dilakukan. 

Selain itu, masalah mengenai keikhlasan dalam belajar. Jadi, aku berpikir apakah selama ini aku belajar untuk mengejar nilai?  Nah, ini adalah salah satu tanda ketidakikhlasan dalam belajar. Pemikiran yang seperti ini muncul akibat ketidaktahuan akan tujuan yang haqiqi dari belajar itu sendiri. Sebenarnya untuk apa kita belajar?  Yang jelas bukan untuk mencari nilai ya!!! Karena ilmu itu luas dan kepandaian tidak bisa diukur dengan angka.

Kemudian aku mulai mencari pencerahan...

Sebuah quotes dari Imam Al-ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin :

“Betapa banyak malam yang telah kau hidupkan dengan mengulang-ngulang ilmu dan membaca berbagai macam buku, dan kau halangi dirimu dari tidur? Aku tidak tahu apa yang memotivasi mu untuk berbuat demikian. Jika niatmu adalah karena dunia, karena mencari harta dan mengumpulkan bagian-bagian dunia, atau berbangga-bangga dengan teman sepantaranmu, maka celakalah dirimu! Tapi jika niatmu adalah menghidupkan syari’at Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam, membina akhlakmu, dan mematahkan jiwa yang suka mengajak kepada keburukan, maka beruntunglah engkau!”


Jadi, kesimpulannya dalam belajar kita harus memiliki niat yang tulus. Sehingga apa-apa yang kita pelajari dapat meresap dalam hati dan ilmu yang kita dapat akan memberi manfaat untuk sesama.Aamiin